9 April 2009

Karir itu Tak Sekedar Mengalir

Saya sering bertanya-tanya kalau ada seorang tokoh yang sukses berkarir ketika ditanya apa resep suksesnya menjawab, “tak ada yang istimewa, semuanya mengalir begitu saja.”


Benarkah? Kalau benar hidup ini mengalir begitu saja dan akhirnya aliran kehidupan ini begitu saja membawa kita tempat yang menyenangkan betapa senangnya kita.


Tetapi pada kenyataannya berkarir tak semudah yang kita bayangkan. Karir tak sekedar mengalir. Kalau kita mengibaratkan dengan aliran sungai, karir akan penuh dengan jeram dan seperti laiknya olahraga arung jeram, sungai yang dipenuhi dengan jeram dan pusaran air tak mudah ditaklukkan.


Kalau begitu bagaimana kita mengarungi aliran karir kita, apakah mirip dengan olahraga arung jeram, pokoknya mengalir saja, kalau ada hambatan ya mudah-mudahan bisa diatasi kalau tidak yang perahu terbalik.


Sayangnya dalam mengarungi karir tak mirip dengan arung jeram. Pada olahraga arung jeram biasanya diakhiri dengan ketawa-ketiwi dengan pakaian basah dan mulut terminum air sungai. Meski ada juga yang berakhir dengan petaka, walau jarang sekali.


Dalam berkarir, “perahu” kita harus bisa tetap stabil dalam mengarungi arus dan hambatan. Kenapa? Karena karir kita menyangkut hajat hidup kita (kecuali kita ditakdirkan punya orang tua yang kaya raya berharta 7 turunan). Sekali “perahu” terbalik, dampaknya akan luar biasa kepada kehidupan kita apalagi kalau kita sudah berkeluarga.

Menyiapkan diri sejak kecil

Ketika saya kelas enam SD saya memutuskan ingin jadi wartawan. Waktu itu televisi hanya ada TVRI sehingga tak ada bayangan sedikit pun bahwa menjadi wartawan tidak harus selalu menjadi wartawan media cetak seperti sekarang ini. Kenapa ingin menjadi wartawan?


Gara-garanya sederhana saja, satu saat sehabis liburan bersama keluarga ke Yogyakarta, kami sekelas mendapat tugas mengarang dan karangan saya ternyata terbagus di kelas. Saya amat bangga dan berkesimpulan ternyata saya bisa menulis.


Saya juga suka membaca dan pengetahuan umum saya jauh di atas rata-rata anak sebaya saya saat itu. Teman-teman saya selalu anak-anak SMP karena bagi saya yang murid SD berteman dengan anak-anak yang lebih dewasa lebih menyenangkan karena saya bisa mengasah pengetahuan saya. Kesukaan akan bahasa baik Bahasa Indonesia maupun bahasa asing (waktu itu baru mulai belajar Bahasa Inggris) ternyata membantu mengasah keterampilan saya menulis.


Ketika kuliah pun saya aktif di pers kampus sebelum akhirnya terjun bekerja di suratkabar. Gaji sebagai wartawan lebih kecil jika dibandingkan gaji pegawai swasta waktu itu atau mungkin sampai saat ini pun masih begitu. Tetapi saya suka pekerjaan ini dan semakin lama dilakoni semakin menyenangkan ternyata.


Saya pun melihat bisa “melihat dunia” . Setahun bekerja sebagai wartawan saya bisa ke luar negeri. Saya ingat betul bagaimana harus memesan jas di sebuah kios jahit di Pasar Senen. Saya pesan dua stel karena harus tinggal cukup lama di Jepang. Saya mendapatkan fellowship dari Nihon Shimbun Kyokai (Asosiasi Penerbit Suratkabar Jepang). Setelah bekerja di dua suratkabar akhirnya saya pindah ke London, bekerja sebagai wartawan radio di BBC World Service, tinggal di sana selama empat setengah tahun. Pulang ke Indonesia di pertengahan tahun 1994 lantas seperti kata orang Inggris, the rest is history…


Sekian tahun kemudian ketika ada yang bertanya apa yang menjadi resep saya dalam berkarir, saya menjawab dengan agak ragu-ragu, “ ehmm saya tak pernah keluar bidang yang saya sukai, dunia kewartawanan.” Tapi ternyata jawabannya bukan karena saya suka di pekerjaan saya, tetapi lebih kepada konsistensi saya untuk tetap bekerja di satu bidang sehingga saya bisa menumpuk pengalaman dan pengetahuan dalam satu bidang tertentu.


Konsistensi bekerja di satu bidang tertentu secara alamiah memperkaya keahlian kita, mulai dari kategori “bisa”, “mahir” sampai akhirnya menjadi “ahli”. Predikat sebagai ahli itu lah yang akhirnya akan bisa membuat karir kita bisa meningkat cepat dan membawa kita sampai pada puncak karir.


Tentu bukan semata-mata predikat ahli saja yang bisa membawa kita menuju puncak karir. Mengenai itu saya akan membahasnya di bagian kedua tulisan ini.

2 komentar:

  1. mas saya ikutan ngelink blognya mas riza ke blog saya ya.... biar blog saya juga banyak yang liat seperti blognya mas riza...

    terima kasih mas

    BalasHapus
  2. Mas Riza,kok tidak update lagi blognya?baru baca.saya nurita mahasiswa mas riza bc ui 2009.jarang bisa sharing di kelas.so, I think ur blog's very useful for me, a university student who still have some trouble on choosing career path.hhe

    BalasHapus